Kualitas induk lele sangat berpengaruh pada alur kegiatan budidaya. Induk lele yang baik idealnya berasal dari induk pokok (parent stock) yang merupakan keturunan pertama induk dasar (grand parent stock), sedangkan induk dasar sendiri merupakan keturunan dari induk penjenis (great grand parent stock). Semakin baik kualitas induk lele diharapkan akan didapatkan kualitas benih lele yang baik pula.
Pada kegiatan produksi, lele yang akan dipijah tidak boleh berasal dari satu keturunan. Lele harus memiliki karakteristik kualitatif dan kuantitatif yang baik berdasarkan morfologi, fekunditas, daya tetas telur, pertumbuhan dan sintasannya. Karakteristik tersebut dapat diperoleh dengan melakukan kegiatan produksi induk melali proses seleksi yang ketat.
Lele jantan mulai memasuki masa produksi dalam usia 8-12 bulan dan lele betina baru memasukinya dalam usia 12-15 bulan. Lele jantan dewasa yang sudah siap untuk dipijahkan biasanya memiliki panjang minimal antara 40-45 cm, sedangkan lele betina dewasa dengan panjang 38-40 cm saja. Adapun bobot pertama pada fase siap pijah atau matang gonad ini lele jantan harus memiliki minimal bobot 500-750 gram, sedangkan lele betina harus memiliki minimal bobot 400-500 gram. Dalam kondisi yang ideal seperti ini biasanya lele betina dapat memiliki fekunditas atau jumlah telur ikan yang dikeluarkan persatuan bobot tubuh sebanyak 50.000-100.000 butir.
Faktor keturunan induk lele sangat berpengaruh pada benih yang dihasilkan. Dalam mengantisipasi hal ini dapat dilakukan dengan diantaranya melalui pengkawinan induk lele setempat dengan yang berasal dari luar daerah. Perkawinan silang induk lele ini dapat membantu mendapatkan strain lele yang lebih baik.
Frekuensi pemijahan, fekunditas dan derajat pembuahan merupakan tolak ukur dalam keberhasilan yang biasa digunakan pada kegiatan pembenihan lele. Frekuensi pemijahan harus diatur karena pemijahan yang terlalu sering melampaui batas normalnya akan berdampak negatif pada mutu benih yang dihasilkan. Frekuensi pemijahan berkaitan dengan kematangan gonad, sedangkan kematangan gonad berhubungan dengan fekunditas lele betina.
Fekunditas atau jumlah telur yang mampu dihasilkan oleh lele betina bervariasi pada spesies-spesies tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh asupan nutrisi selama masa pemeliharaan dan kondisi lingkungannya. Produktifitas telur yang rendah biasanya disebabkan oleh kurangnya perlakuan baik pada lele betina dalam proses pemijahan seperti pemilihan lele betina yang masih terlalu muda, kurangnya ketersediaan oksigen di media pemijahan, kualitas air yang buruk dan serangan para predator.
Potensi produksi telur komulatif dalam satu periode pemijahan salah satunya ditentukan oleh presentase induk lele yang matang gonad. Oleh karena itu nilai standar presentase induk lele matang gonad ini perlu diperhatikan sehingga dapat dijadikan tolak ukur dalam menentukan keberhasilan pemeliharaan induk. Sebagai contoh, fekunditas induk lele sebanyak 40.000/kg, bila beratnya mencapai 3 kg maka bisa mencapai produksi 120.000 butir telur. Sehingga dari 30 ekor induk lele betina akan diperoleh sebanyak 30 ekor x 75% (presentase kematangan gonad) x 3kg x 40.000 butir/kg = 2.700.000 butir telur.